Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan berbagai bentuk ibadah, dan ibadah yang paling utama adalah salat. Beliau terbiasa menjaga sebagian salat sunah, dan hal ini telah diriwayatkan oleh para sahabat. Di antaranya adalah riwayat dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu dalam hadis berikut,
أنَّ النَّبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كان يُدمِنُ أربَعَ رَكَعاتٍ عِندَ زَوالِ الشَّمسِ
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaga salat empat rakaat ketika matahari tergelincir.” (Hadis hasan, al-Jami’ ash-Shaghir no. 7053) [1]
Salat ini memiliki keutamaan yang istimewa, baik dari sisi waktu pelaksanaannya maupun dari sisi perhatian Nabi terhadapnya. Dalam tulisan ini, kita akan membahas secara ringkas mengenai hadis-hadis yang berkaitan dengan salat zawal, keutamaannya, tata cara pelaksanaannya, serta doa dan zikir yang dianjurkan untuk dibaca setelahnya.
Hadis-hadis tentang salat zawal
Terdapat sejumlah hadis yang membicarakan tentang salat zawal. Di antara yang paling penting adalah sebagai berikut:
Dalam Sunan at-Tirmidzi (no. 478)
Imam At-Tirmidzi membawakan bab khusus tentang salat ini, beliau mengatakan, “Bab: Dalil tentang salat pada waktu zawal”; kemudian beliau membawakan hadis dari Abdullah bin as-Sa’ib, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa salat empat rakaat setelah matahari tergelincir sebelum salat zuhur, dan beliau bersabda,
إِنَّهَا سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَأُحِبُّ أَنْ يَصْعَدَ لِي فِيهَا عَمَلٌ صَالِحٌ
‘Itu adalah waktu di mana pintu-pintu langit dibuka, dan aku suka jika di saat itu amal salehku diangkat ke langit.‘” (HR. Tirmidzi no. 478, disahihkan oleh Al-Albani)
Dalam asy-Syamāil al-Muḥammadiyyah (no. 287-289)
Imam At-Tirmidzi juga menyebuatkan beberapa hadis tentang salat ini dalam kitab asy-Syamāil al-Muḥammadiyyah.
Dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menjaga salat empat rakaat ketika matahari tergelincir. Aku pun bertanya, ‘Wahai Rasulullah, engkau senantiasa menjaga empat rakaat ini saat zawal?’
Beliau menjawab,
إِنَّ أَبْوَابَ السَّمَاءِ تُفْتَحُ عِنْدَ زَوَالِ الشَّمْسِ فَلَا تُرْتَجُ حَتَّى تُصَلَّى الظُّهْرُ، فَأُحِبُّ أَنْ يَصْعَدَ لِي فِي تِلْكَ السَّاعَةِ خَيْرٌ
‘Sesungguhnya pintu-pintu langit dibuka saat matahari tergelincir, dan tidak ditutup sampai zuhur ditegakkan. Aku suka jika dalam waktu tersebut amal baikku diangkat ke langit.‘
Aku bertanya, ‘Apakah dalam semua rakaat itu ada bacaan (Al-Quran)?’ Beliau menjawab, ‘Ya.’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah ada salam pemisah di antara rakaat-rakaat itu?’ Beliau menjawab, ‘Tidak.’” (Hadis hasan, tanpa kalimat terakhir tentang tidak adanya salam)
Riwayat lain dari Abdullah bin as-Sa’ib mengulangi makna yang sama, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa salat empat rakaat setelah matahari tergelincir sebelum salat zuhur, dan beliau bersabda,
إِنَّهَا سَاعَةٌ تُفْتَحُ فِيهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ، فَأُحِبُّ أَنْ يَصْعَدَ لِي فِيهَا عَمَلٌ صَالِحٌ
‘Itu adalah waktu dibukanya pintu-pintu langit, dan aku suka jika amal salehku diangkat saat itu.’” (Hadis shahih li ghairihi)
Dalam riwayat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, disebutkan,
كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا، وَذَكَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّيهَا عِنْدَ الزَّوَالِ وَيَمُدُّ فِيهَا
“Beliau biasa salat empat rakaat sebelum zuhur, dan beliau menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya saat zawal dan memperpanjang salat tersebut.” (Hadis hasan) [2]
Keutamaan salat zawal
Salat zawal memiliki banyak keutamaan, di antaranya:
Amal saleh diangkat ke langit
Sebagaimana telah disebutkan dalam hadis dalam Sunan At-Tirmidzi di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih salat pada waktu tersebut karena menginginkan agar amal salehnya diangkat dalam keadaan terbaik (sedang salat).
Selain itu, salat zawal termasuk dalam salat sunah, sehingga memiliki banyak keutamaan. Dalam berbagai hadis, dijelaskan manfaat besar dari ibadah sunah ini secara umum, terutama sebagai pelengkap kekurangan dari salat wajib dan sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Di antara keutamaan tersebut adalah: [3]
Pelengkap kekurangan salat wajib dan termasuk amal yang pertama dihisab
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إن أول ما يحاسب الناس به يوم القيامة من أعمالهم الصلاة
“Amalan pertama yang akan dihisab pada hari kiamat dari amalan-amalan manusia adalah salat.”
Beliau mengatakan, “Allah berfirman kepada para malaikat-Nya -padahal Dia lebih mengetahui- (yang artinya), ‘Lihatlah salat hamba-Ku, apakah ia telah menyempurnakannya ataukah tidak?’ Jika sempurna, maka dicatat sempurna. Jika ada kekurangan, Allah berfirman, ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki salat sunah?’ Jika ia memilikinya, maka Allah berfirman, ‘Sempurnakan salat wajib hamba-Ku dengan salat sunahnya.’ Kemudian amalan-amalan diambil atas hal tersebut.” (HR. Ahmad dan Ashhabus Sunan; disahihkan oleh Al-Albani terhadap riwayat Abu Dawud, 1: 163)
Sarana untuk mendapatkan derajat tinggi di surga dan mendekat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Rabi’ah bin Ka’b al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah bermalam bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku membawakan air wudu dan keperluannya. Beliau pun bersabda, ‘Mintalah!’ Aku menjawab, ‘Aku meminta agar dapat menemanimu di surga.’ Beliau bertanya, ‘Apakah tidak ada permintaan yang lain?’ Aku menjawab, ‘Itulah permintaanku.’ Maka beliau bersabda, ‘Bantulah aku untuk dirimu sendiri dengan banyak bersujud (yaitu memperbanyak salat).’” (HR. Muslim no. 489)
Hadis ini menunjukkan keutamaan memperbanyak salat sunah sebagai sarana untuk mendapatkan derajat tinggi di surga dan mendekat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka siapa saja yang ingin meraih kedekatan itu, hendaklah memperbanyak salat sunah, termasuk salat zawal, yang memiliki keistimewaan dari sisi waktu dan perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepadanya.
Baca juga: Fikih Salat Dua Rakaat Tawaf
Tata cara salat zawal
Berikut ini poin-poin penting tentang tata cara salat zawal:
Empat rakaat setelah tergelincirnya matahari
Salat zawal dikerjakan sebanyak empat rakaat setelah matahari tergelincir ke arah barat (zawal asy-syams), sebagaimana ditujukkkan oleh hadis-hadis di atas. Salat ini merupakan salat tersendiri, berbeda dari salat sunah rawatib zuhur. Wallaahu a’lam.
Ibnu Hajar Al-Haitami rahimahullah mengatakan,
وَسُنَّةُ الزَّوَالِ أَرْبَعٌ وَهِيَ غَيْرُ سُنَّةِ الظُّهْرِ الَّتِي هِيَ أَرْبَعٌ أَيْضًا
“Salat sunah zawal adalah empat rakaat, dan ia berbeda dari salat sunah rawatib zuhur yang juga empat rakaat.” [4]
Al-‘Alqami rahimahullah mengatakan, “Salat ini dinamakan sunah zawal, dan ia bukan termasuk salat empat rakaat yang merupakan sunah zuhur.” [5]
Apakah dikerjakan langsung empat rakaat atau dua-dua?
Yang lebih utama dalam salat sunah siang adalah dikerjakan dua rakaat-dua rakaat. Ini lebih menjauhkan dari kesalahan, lebih menyerupai salat malam, dan lebih sesuai dengan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salat-salat sunahnya. Jika dikerjakan empat rakaat dengan sekali salam, maka hal ini diperbolehkan. Wallaahu a’lam.
Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
الأَفْضَلُ في تَطَوُّعِ النَّهَارِ: أن يكونَ مَثْنَى مَثْنَى. لما رَوَى عَلِىُّ بنُ عَبْدِ اللهِ البارِقِىُّ، عن ابْنِ عمرَ عن النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم أنه قال: “صَلَاةُ اللَّيْلِ والنَّهارِ مَثْنَى مَثْنَى”. رَوَاهُ أبو دَاوُدَ ، والأثْرَمُ. ولأنَّه أبعَدُ من السَّهْوِ، وأشْبَهُ بِصَلاةِ اللَّيْلِ، وتَطَوُّعَاتِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم … . والصَّحِيحُ أنَّه إنْ تَطَوَّعَ في النَّهارِ بأرْبَعٍ فلا بَأْسَ
“Yang lebih utama dalam salat sunah siang adalah dikerjakan dua rakaat-dua rakaat, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Salat malam dan siang adalah dua rakaat-dua rakaat.’ (HR. Abu Dawud dan al-Atsram). Ini lebih menjauhkan dari kesalahan, lebih menyerupai salat malam, dan lebih sesuai dengan kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salat-salat sunahnya. … Dan yang (lebih) tepat, diperbolehkan salat sunah di siang hari dengan empat rakaat (sekali salam). … ” [6]
Apakah termasuk salat yang memiliki sebab?
Salat ini termasuk salat yang memiliki sebab, semisal dengan salat tahiyyatul masjid. [7] Oleh karena itu, jika seseorang sudah melaksanakan salat apapun (misalnya, empat rakaat salat sunah rawatib qabliyah zuhur), maka dianggap sudah mendapatkan salat sunah zawal ini. Wallaahu a’lam.
Syamsuddin Ar-Ramli rahimahullah mengatakan,
وَيُحْتَمَلُ عَدَمُ سَنِّ قَضَاءِ سُنَّةِ الزَّوَالِ لِتَصْرِيحِهِ بِأَنَّهَا ذَاتُ سَبَبٍ، فَإِذَا صَلَّى سُنَّةَ الظُّهْرِ حَصَلَ بِهَا سُنَّةُ الزَّوَالِ مَا لَمْ يَنْفِهَا قِيَاسًا عَلَى مَا مَرَّ فِي تَحِيَّةِ الْمَسْجِدِ
“Kemungkinan salat ini tidak disunahkan untuk diqadha jika terlewat, karena disebut sebagai salat yang memiliki sebab. Maka, jika seseorang sudah melaksanakan salat sunah zuhur, dianggap sudah mendapatkan sunah zawal, selama dia tidak menafikannya, sebagai qiyas atas salat tahiyyatul masjid.” [8]
Memperpanjang salat
Dari riwayat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu disebutkan,
كَانَ يُصَلِّي قَبْلَ الظُّهْرِ أَرْبَعًا، وَذَكَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُصَلِّيهَا عِنْدَ الزَّوَالِ وَيَمُدُّ فِيهَا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa salat empat rakaat sebelum zuhur saat zawal, dan beliau memperpanjang di dalamnya.” (Hadis hasan, asy-Syamāil al-Muḥammadiyyah no. 289)
Doa dan zikir yang dibaca
Terkait dengan bacaan Al-Quran di dalam salat zawal, disunahkan untuk memperpanjangnya, sebagaimana telah disebutkan dalam hadis Ali bin Abi Thalib di atas. Syekh ‘Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan dalam penjelasan beliau terhadap hadis tersebut,
يطيل فيها القراءة ويطيل الركوع والسجود
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperpanjang bacaan Al-Quran, rukuk, dan sujud dalam salat ini.” [9]
Sedangkan untuk doa dan zikir yang dibaca khusus dalam salat zawal ini, kami belum menemukan adanya doa dan zikir khusus tersebut. Wallaahu a’lam.
Demikian, semoga Allah Ta’ala menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang mencintai salat, memperbanyak salat sunah, dan diberi taufik untuk menghidupkan waktu-waktu utama dengan ibadah yang ikhlas dan sesuai petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Fikih Salat Sunah Saat Pulang dari Safar
***
Rumdin PPIA Sragen, 29 Syawal 1446
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Ar-Ramli, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad. Nihāyat al-Muḥtāj ilā Syarḥ Alfāẓ al-Minhāj. 8 jilid. Beirut: Dar al-Fikr, cet. terakhir, 1404/1984. Disertai ḥāsyiah oleh Abī al-Ḍiyā’ Nuruddin ‘Ali asy-Syabramalsī al-Aqharī (w. 1087) dan Aḥmad bin ‘Abd ar-Razzāq al-Maghribī ar-Rasyīdī (w. 1096). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (8 Dzulhijjah 1431), sesuai nomor cetakan.
Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.
Catatan kaki:
[1]
[2] asy-Syamāil al-Muḥammadiyyah karya at-Tirmidzi (hal. 231–233), dengan tahqiq dari Syekh Muhammad Shubkhi.
[3] Lihat Bughyatu al-Mutathawwi’, hal. 13-16.
[4] al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah 1: 233. Dalam Nihayah al-Muhtaj (2: 123), disebutkan bahwasanya salat ini bisa dikerjakan dua rakaat.
[5] Hasyiyah asy-Syabramalsī terhadap Nihayah al-Muhtaj (2: 123). Tentang silang pendapat dalam masalah ini, lihat: dan Syarh Syamail Nabiy karya Syekh Abdurrazzaq Al-Badr, hal. 274 – 275
[6] al-Mughni karya Ibn Qudamah (2: 537). Untuk dalil yang lebih lengkap, lihat:
[7] Nihayah al-Muhtaj, 1: 455.
[8] Ibid, 2: 122.
[9] Syarh Syamail Nabi, hal. 276.
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.