Tujuan ketujuh: Merasakan manfaat-manfaat besar dari ibadah haji
Di antara tujuan ibadah haji adalah menyaksikan dan merasakan manfaat-manfaat yang besar dari ibadah haji, serta mendapatkan pelajaran membekas yang beraneka ragam ketika melaksanakannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ فِي أَيَّامٍ مَّعْلُومَاتٍ عَلَى مَا رَزَقَهُم مِّن بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka, dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.“ (QS. Al-Hajj: 27-28)
Manfaat dan faedah dari ibadah haji tidak terbatas jumlahnya, begitu pula dengan pelajaran-pelajaran penting yang ada di dalamnya. Allah menyebutkan di dalam ayat dengan ungkapan (مَنَافِعَ) (berbagai manfaat), yang menunjukkan banyak sekali manfaat yang ada. Disebutkan dalam bentuk isim nakirah, mengisyaratkan bahwa terdapat banyak sekali ragam dan jumlahnya. Terwujudnya manfaat-manfaat ini merupakan bagian dari tujuan ibadah haji, karena huruf lam dalam firman Allah, (لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ) (Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka) adalah lam ta’lil. Huruf ini berkaitan dengan penyebutan alasan dalam firman Allah sebelumnya, (وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ) (Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus). Maksudnya, ketika telah diumumkan untuk menunaikan haji dengan berjalan kaki atau berkendara, tujuannya adalah agar mereka bisa melihat manfat-manfaat ibadah haji, yaitu bisa merasakannya dan mengambil manfaat darinya.
Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi setiap hamba yang Allah anugerahkan bisa melakukan ketaatan ini dan Allah mudahkan baginya untuk menunaikannya, agar bisa bersemangat dengan sungguh-sungguh supaya bisa meraih manfaat dan faedah dari ibadah haji. Hal tersebut sebagai tambahan dari apa yang dia dapatkan dari ibadah hajinya berupa pahala yang besar dan ampunan dosa, serta dengan apa yang didapatkan berupa keberuntungan dan kemenangan, yaitu kembali ke negerinya dalam keadaan suci dan bersih, jiwa yang baik, kehidupan baru yang penuh dengan keimanan dan takwa, penuh dengan kebaikan, serta istikamah dan penjagaan dalam ketaatan kepada Allah.
Tujuan kedelapan: Mengingat ibadah dan pengorbanan para nabi
Di antara tujuan ibadah haji adalah menjadi pengingat akan ibadah serta pengorbanan para nabi dan sejarah para rasul. Haji dipenuhi dengan ibadah yang dilakukan di berbagai tempat yang agung dan mengingatkan kaum mukminin dengan para nabi Allah. Di bumi yang penuh berkah ini, Allah memuliakan kita dengan melewatinya ketika melakukan serangkaian manasik haji, di mana ini merupakan tempat yang pernah dilewati sebelumnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para nabi yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلَّى فِي مَسْجِدِ الْخَيْفِ سَبْعُونَ نَبِيًّا
“Telah salat di masjid Khaif (masjid di Mina) tujuh puluh orang nabi.” (HR. Al-Hakim)
Sebelum engkau melakukan ibadah haji, maka telah datang ke tanah yang penuh berkah ini para hamba Allah yang terbaik. Maka, engkau semestinya menyadari dan terpatri di dalam hatimu keterkaitanmu dengan para nabi Allah. Perjalanan yang engkau tempuh berada di atas jalan mereka serta berhentimu ada pada napak tilas mereka. Allah Ta’ala berfirman,
أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ هَدَى اللّهُ فَبِهُدَاهُمُ اقْتَدِهْ
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.“ (QS. Al-An’am: 90)
Tempat kenangan yang penuh kemuliaan ini akan engkau datangi dalam setiap amalan haji:
1) Jika engkau datang menuju Ka’bah, maka engkau akan mengingat bahwa yang membangun kembali pondasi Ka’bah adalah dua kekasih Allah, yaitu Ibrahim dan putranya Ismail ‘alaihimas salam. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), “Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127)
2) Jika engkau selesai thawaf, maka engkau menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat salat. Allah Ta’ala berfirman,
وَاتَّخِذُواْ مِن مَّقَامِ إِبْرَاهِيمَ مُصَلًّى
“Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat salat.“ (QS. Al-Baqarah: 125)
3) Jika engkau minum air zam-zam dan melakukan sa’i antara bukit Shafa dan Marwa, engkau akan mengingat kisah Hajar. Dia adalah seorang wanita mukminah yang jujur dan bertawakal kepada Allah. Dia datang bersama Ibrahim menuju tanah ini dan beliau bermaksud pergi meninggalkannya di lembah yang tidak ada tanaman. Maka, Ibrahim meninggalkan istrinya sendiri bersama anak lelakinya. Wanita tersebut berkata, “Siapakah yang memerintahkanmu untuk menelantarkanku di tanah yang tandus tanpa pepohonan, tanpa ada bekal dan air?” Ibrahim berkata, “Rabbku yang memerintahkanku.“ Lantas wanita itu menjawab, “Kalau begitu, maka Dia tidak akan menelantarkan kami.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya dari Ibnu ‘Abbas)
Maka, dia tinggal sendiri di tempat tersebut dan dia adalah wanita mukminah yang bertawakal kepada Allah. Kemudian ketika dia merasakan haus yang teramat sangat dan khawatir terhadap kondisi anaknya, maka dia naik ke atas bukit Shafa mencari air dan berpindah ke bukit Marwa mencari air, dan kembali lagi ke bukit Shafa mencari air. Jika dia turun ke perut lembah, maka dia berlari cepat. Kemudian Allah mengizinkan memancarnya air zam-zam dan menjadi air yang penuh berkah. Dan sungguh terdapat keutamaan dari air ini, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu Dzar dalam Shahih Muslim,
إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ
“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 2483)
Dalam riwayat Abu Dawud terdapat tambahan,
وَشِفَاءُ سُقْمٍ
“Air zam-zam adalah obat dari rasa sakit (obat penyakit).” (HR. Abu Dawud)
Terdapat pula keutamaan lain sebagaimana dalam hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu,
مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ
“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah, hasan shahih)
Selanjutnya, Nabi mengguyur kepala beliau dengan air zam-zam. Air zam-zam adalah air berkah, tidak ada air di muka bumi yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih berkah daripada air ini.
Kemudian melanjutkan dengan sa’i antara Shafa dan Marwa, melakukan syiar di antara syiar-syiar Allah dan ketaatan yang agung yang merupakan warisan dari apa yang dilakukan oleh seorang wanita salehah mukminah. Sampai-sampai para nabi Allah, mereka melakukan sa’i di tempat ini sebagai pengingat lewatnya Hajar berulang kali di tempat ini sampai Allah mudahkan baginya mendapatkan air.
4) Jika engkau pergi menju Arafah, maka di dalam hadis disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabat,
كونوا على مشاعرِكم فإنَّكمُ على إرثٍ من إرثِ أبيكم إبراهيمَ
“Kalian wajib melakukan haji di tempat-tempat manasik sesuai yang pernah dilakukan bapak kalian nabi Ibrahim.“ (HR. Tirmidzi)
Para nabi tidaklah mewariskan dinar mapun dirham, namun mereka mewariskan agama Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ الدُّعَاءِ دُعَاءُ يَوْمِ عَرَفَةَ وَخَيْرُ مَا قُلْتُ أَنَا وَالنَّبِيُّونَ مِنْ قَبْلِى لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sebaik-baik doa adalah doa pada hari Arafah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan, “Laa Ilaaha Illallah wahdahu laa syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan, segala pujian, dan Allah menguasai segala sesuatu).” (HR. Tirmidzi, hasan)
5) Apabila engkau melempar jumrah, hal tersebut akan mengingatkan engkau dengan hakikat melempar jumrah. Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba iblis menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah ’Aqabah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah. Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu pun masuk ke tanah. Kemudian iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah.“ (HR. Hakim, shahih)
Sehingga jadilah hal tersebut sebagai syiar agung yang dilakukan oleh kaum mukminin dalam ibadah haji mereka di Baitullah dalam rangka menegakkan dzikrullah.
6) Dalam ibadah menyembelih hewan hadyu, mengingatkan kita dengan kisah mengagumkan ketika Ibrahim Al-Khalil bermimpi melihat dirinya menyembelih putranya, Ismail. Allah kisahkan ini dalam Al-Qur’an,
قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
“Ia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ).“ (QS. Ash-Shafat: 102-103)
Dia mendatangi putranya sambil membawa pisau dan meletakkan pisau di lehernya, sebagai bentuk ketundukan dirinya dan anaknya terhadap perintah Allah. Kemudian Allah pun menggantinya dengan seekor hewan sembelihan yang agung.
Amal-amal ini semua mengingatkan dengan para nabi. Ketika selesai dari menunaikan ibadah hajinya, jemaah haji pun pulang dengan membawa buah yang manis dan kenangan yang indah bersama makhluk terbaik dari para nabi Allah dan rasul-Nya, mereka adalah makhluk Allah yang paling baik dan paling utama. Sehingga jemaah haji seolah-olah merasakan perilaku perjalanan mereka dan menempuh perjalanan mereka ‘alaihimus salam.
Oleh karena itu, wajib bagi kalian untuk memuji Allah yang telah menjadikan kalian dari pewaris para nabi yang berjalan mengikuti mereka dan menempuh jalan mereka serta napak tilas jejak mereka. Ini semua adalah anugerah dan karunia yang Allah berikan kepada kalian. Hal ini akan menjadikan seorang hamba semakin bertambah perhatiannya terhadap jalan ini dan menempuh manhaj ini, terlebih lagi tentang tauhid, akidah, dan ikhlas dalam ibadah kepada Allah. Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
الْأَنْبِيَاءُ إِخْوَةٌ لِعَلَّاتٍ ، أُمَّهَاتُهُمْ شَتَّى وَدِينُهُمْ وَاحِدٌ
“Para nabi itu ibarat saudara seibu. Ibu mereka berbeda-beda, namun agama mereka adalah satu.” (HR. Bukhari no. 3443 dan Muslim no. 2365)
Maksudnya, akidah mereka satu meskipun syariat mereka beragam. Seorang hamba hendaknya perhatian dengan akidah yang lurus dan sahih, yaitu tauhid yang merupakan jalan para nabi dan pokok dakwah para rasul utusan Allah.
[Bersambung]
Kembali ke bagian 4
***
Penulis: Adika Mianoki
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Maqashidul Hajj, karya Syekh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah.
Game Center
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.