Jalan hidup manusia adalah jalan yang tidak pernah mulus, dalam banyak artian dan penafsiran. Terutama dalam jalan menuju Tuhannya, ada Iblis dan bala tentaranya yang selalu mengincar dari segala penjuru dan bersiap menyerang, menjauhkannya dari jalan lurus yang benar.
Semuanya dimulai dari post -reypejek iblis bersujud kepada Adam ‘Alaihissalam yang merupakan titik balik permusuhan abadi antara kutukan dan manusia. Dengan bangga dan kesombongan, iblis La ‘Natullah’ Alaihi mendeklarasikan perang dan misi penyesatan abadi. Kisah ini diabadikan oleh Allah Kisah Dalam Firman -Nya,
Dia berkata, “Ketika Anda telah melihat saya, saya tidak akan dapat melakukannya dengan kebenaran orang benar, maka Anda akan berada di antara mereka di antara mereka sendiri, mereka adalah perbuatan mereka.
“(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)
Lihat, betapa keras kepala dan liciknya Setan. Dia dikeluarkan dari surga karena penentangannya. Namun, alih -alih mengakui kesalahannya, bertobat, dan meminta pengampunan kepada Tuhan, ia bahkan meminta penundaan sampai hari terakhir untuk membawa pengikut sebanyak mungkin. Menyesatkan sebanyak mungkin, sehingga bukan satu -satunya yang dihukum!
Setan sangat serius dalam hal penentangannya. Dia berjanji dan memutuskan untuk datang ke seorang pria yang berjalan di jalan yang benar, lalu menyesatkannya ke segala arah. Dalam kalimat itu eksplisit empat arah: depan, belakang, kanan, dan kiri. Katakan saja ini adalah “strategi empat arah” dari iblis dalam misinya kesalahpahaman.
Jalan yang lurus
Ada beberapa penafsiran terhadap apa yang dimaksud dengan “Kebenaran Anda” (Jalan-Mu [Allah] yang lurus),
- Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu menafsirkan dengan “agama-Mu (Allah) yang sudah jelas”;
- Ibn Mas’ud ditafsirkan dengan “buku”;
- Jabir ditafsirkan dengan “Islam”; Dan
- Mujahid ditafsirkan dengan “kebenaran”.
Apapun itu, penafsiran-penafsiran tersebut tidaklah kontradiktif sama sekali, dan justru hakikatnya satu, dan merujuk pada satu makna: bahwa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan yang mengantarkan seorang hamba pada Rab-nya, Allah Kisah“.
Lalu, apa arti iblis dalam empat arah: depan, belakang, kanan, dan kiri yang disebutkan dalam ayat tersebut? Mari kita kaji dan analisis strategi empat arah Iblis ini beserta beberapa cara praktis menghadapi serangannya berdasarkan interpretasi dari para ulama dalam hal ini.
Dari depan
Frasa “dari depan” diartikan dalam berbagai variasi penafsiran, berdasarkan riwayat yang ada. Ada yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhu yang mengartikannya sebagai godaan dari sisi dunia.
Sementara itu, riwayat lainnya menafsirkannya sebagai serangan terhadap keyakinan terkait akhirat, di antaranya dengan doktrin anti-akhirat. Hasan Al-Bashri juga meriwayatkan penafsiran yang memperkuat ini, bahwa yang dimaksud dengan “dari depan” adalah Iblis menanamkan skeptisisme pada manusia akan akhirat, di mana manusia dibuat mengingkari kebangkitan setelah kematian, serta hakikat-hakikat akhirat terkait surga dan neraka.
Dari belakang
Seseorang menceritakan dari Ibn Abbas Radhiyallahu ‘Anhu penafsiran “dari belakang” dengan serangan dan godaan dari segi akhirat. Namun, beberapa riwayat lain menyampaikan berkebalikan, yaitu bahwa ini adalah serangan dari segi yang menyangkut hal-hal terkait dunia.
Serangan ini di antaranya berupa dibuatnya manusia menjadi cinta dunia. Dalam nukilan dari Hasan Al-Bashri, ia menyampaikan bahwa Iblis membuat dunia ini begitu indah, menggoda, dan menggiurkan di mata manusia, sehingga orientasi manusia kemudian hanyalah pada dunia, akumulasi materi, harta, tahta, wanita, jabatan, dan validasi duniawi lainnya.
Abu Shalih juga menyampaikan penafsiran bahwa yang dimaksud adalah desakralisasi agama, di mana manusia dibuat jauh dari konsep akhirat dan menormalisasi persepsi bahwa akhirat hanyalah fiktif belaka, dan kemudian jadilah seakan dunia lah kehidupan yang hakiki.
Dari kanan
Arah yang benar melambangkan kebenaran dan perbuatan baik. Intinya adalah bahwa serangan dari kanan terkait dengan praktik kebaikan. Ibn Abbas Radhiyallahu ‘Anhu menafsirkan dengan pengaburan agama di mata manusia, seperti dengan mengkontaminasikan pikiran dan amalan-amalan syubhat.
Adapun dalam riwayat lain, begitupun dengan Qatadah, menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah dari segi amal baik. Maksudnya, seseorang diperlambat untuk melaksanakan kebaikan, alias dibuat malas. Juga ketika seseorang merasa terlalu optimis dengan amalan yang sudah ia perbuat selama ini. Ia merasa cukup dan tidak perlu memperbanyak amal saleh lagi, ini juga termasuk, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Juraij.
Makna lainnya juga menyebutkan hal senada, seperti dalam suatu riwayat dari Sufyan, yaitu “dihalangi dari jalan kebenaran”.
Dari kiri
Berkebalikan dengan arah kanan, serangan dari arah kiri cenderung berkaitan dengan keburukan dan maksiat, seperti syahwat dan syubhat. Manusia dibuat tertarik pada maksiat, termasuk ketika maksiat itu dengan begitu mudahnya dapat diakses di manapun, kapanpun, sehingga seakan tidak ada lagi batas antara seorang anak Adam dengan maksiat.
Mengacu pada interpretasi oleh ibn abbas Radhiyallahu ‘Anhu, serangan dari kiri ini berarti dari aspek keburukan. Adapun di antara taktiknya sebagaimana ditafsirkan oleh As-Suddi juga Al-Kalbi, yaitu dengan keburukan dan kebatilan yang dibuat mudah diakses dan ringan untuk dilakukan, berbagai syahwat, nafsu, kelezatan, dan kenikmatan dunia yang fana dihias dan dibuat sehingga tampak sangat menggoda di mata manusia, dan taktik-taktik semisal itu.
Di antara penafsiran terkait strategi empat arah Iblis ini, mengacu pada penjelasan yang disampaikan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij, bahwa jika diklasifikasikan berdasarkan tampak-tidaknya, maka: serangan dari arah depan dan kanan sebagai serangan langsung, tampak, dan dapat dilihat dengan jelas; sementara serangan dari arah belakang dan kiri sebagai sebaliknya, yaitu tidak langsung dan tidak tampak.
Serangan yang tampak jelas salah satu bentuknya adalah ketika manusia melakukan suatu amalan buruk, maksiat, kesalahan, kebatilan, dan kefasikan; lalu ia mengetahui yang ia lakukan adalah salah. Berbeda dengan serangan tak tampak, bentuknya ketika manusia melakukan kebatilan, sementara ia tidak menyadari bahwa yang ia lakukan adalah salah; lebih parahnya bahkan ia menganggap yang dilakukannya adalah benar.
Serangan dari atas?
Jika diamati secara saksama, narasi Iblis mengenai serangannya terhadap manusia tidak menyebutkan arah “atas”. Mengapa demikian?
Ibnu Abbas dan Asy-Sya’bi menuturkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan keberadaan Allah Ta’ala Sebagai Dzat Mahatinggi, dan rahmat -Nya terus -menerus turun dari atas. Karena itu, iblis, yang merupakan keinginan dan oposisi, tidak akan pernah berani menyinggung “di atas” dalam konteks serangannya terhadap manusia. Ini karena arah “di atas” adalah simbolis adalah arah kebesaran dan kuasa Allah, dan merupakan sumber dari semua yang baik dan belas kasihan.
Dengan demikian, tidak disebutkannya arah “atas” dalam narasi serangan Iblis merupakan sebuah isyarat mendalam tentang pengakuan tidak langsung Iblis terhadap keagungan Allah Ta’alaserta menunjukkan batasan kekuasaan Iblis yang tidak akan pernah mampu menembus perlindungan dan rahmat Allah yang datang dari arah “atas”.
Antidot praktis menangkal godaan-tipu daya setan
Sebagai penutupan, katakanlah kata-kata Saturnus, Syaqiq bin Ibrahim al Balkhi, dia pernah berkata bagaimana iblis benar-benar datang kepadanya untuk merayunya dari jalan yang benar, serta penangkal Syar’i yang diterapkannya,
Tidak ada pagi kecuali Setan pada saya pada empat pengamatan: dari tangan saya, dari punggung saya, di sebelah kanan saya, dan di utara, dan dia berkata: Jangan takut, karena Tuhan mengampuni, berbelas kasih, jadi dia membaca: ((dan saya dimaafkan bagi mereka yang bertobat, percaya dan melakukan kebenaran)))
Adapun orang yang menggantikan saya, yang terhilang akan disembunyikan dari orang yang meninggalkannya, jadi dia membaca: (((dan tidak ada orang di negeri itu, kecuali untuk Tuhan, rezeki mereka))
Dari kanan saya, dia datang kepada saya dengan pujian, dan dia membaca: ((dan hukuman untuk orang benar)),
Dan dari utara, lalu saya datang kepada saya dengan keinginan, dan dia membaca: ((dan dia ditransmisikan di antara mereka dan di antara apa yang mereka inginkan))
“Tidaklah berlalu suatu pagi, melainkan setan telah bersiaga atasku di empat pos pengintaiannya: di depanku, di belakangku, di kananku, dan di kiriku.
(Dari saya) Dia kemudian berbisik, ‘Jangan takut (dosa), karena Allah adalah yang paling memaafkan, paling berbelas kasih.’ Saya membaca (kata -katanya), ‘Dan memang, saya yang paling memaafkan bagi mereka yang bertobat, percaya dan berbuat baik, dan kemudian tetap dalam bimbingan.’ (QS. Thaha: 82)
Adapun dari belakangku, setan menakutiku dengan kekhawatiran akan (nasib) orang-orang yang kutinggalkan, maka aku membaca (firman-Nya), ‘Dan bukan makhluk apa pun (hidup) di bumi kecuali dijamin oleh Allah. Dia tahu rumahnya dan penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam buku asli (Lauḥ maḥfūẓ). ‘ (Qs. HUD: 6)
Sementara dari kanan, ia (setan) mendatangiku lewat pintu pujian dan sanjungan, aku lantas membaca (firman-Nya), ‘Dan akhirnya (bagus) adalah untuk mereka yang takut.’ (Qs. Al-AF: 128)
Dan dari kiri, ia (setan) mendatangiku lewat pintu syahwat, aku pun membaca (firman-Nya), ‘Dan diberi penghalang di antara mereka dan apa yang mereka inginkan’. (Qs. Saba: 54) “
Dari sini, bisa diketahui bahwa kehidupan kita dalam perjalanan menuju kepada Allah Kisah tidaklah aman, bahkan selalu dikelilingi oleh godaan Iblis dalam misi primordialnya sejak dahulu kala.
Dengan memahami strategi empat arah Iblis: depan (godaan dunia, skeptisisme akhirat), belakang (cinta dunia, desakralisasi agama), kanan (fitnah amal kebaikan seperti memperlambat kebaikan, rasa cukup dengan amal), dan kiri (fitnah maksiat dan syahwat), kita menyadari bahwa Iblis selalu mengintai dari segala penjuru, tentunya hanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Jika merujuk pada pernyataan yang secara ekspilit ada pada ayat, kecuali dari “atas” yang merupakan simbol keagungan dan rahmat Allah.
Oleh karena itu, dengan memperbaiki hubungan vertikal manusia (hamba) dan manusia (Rabbnya), juga dengan selalu membersihkan hati dan memurnikan niat, harapannya kita dapat senantiasa terjaga dan tetap berada di jalan yang lurus. Wallahu Ta’ala a’lam bis shawarb.
Baca juga: Apakah Iblis termasuk Golongan Malaikat ataukah Jin?
***
Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami ‘Al-Bayan’ An Ta’wil Aay Al-Quur’an (10: 96-101).
Abu Abdullah Muhammad bin Abu Bakar Bin Ayyub bin Qayyim al-Jauziyah, Film Al-Lahan Asy-Syaithan (1: 175-181).
Ahmad bin Muhammad bin Ibahim ats-tsa’labi, Al-kasyfu wa al-bayan ‘an tafsir al-quur’an (4: 221-222).
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.